Sejarah singkat Dinas Perhubungan dibagi menjadi beberapa periode yaitu :


1. Periode Pemerintahan Penjajah Hindia Belanda s/d 1942

Pengaturan Perundang-undangan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada Zaman Penjajahan Hindia Belanda telah diatur dengan menggunakan Reglement Of Gebroik Van Automobilien (STBL 1889 No. 4550) dan Mater Reglement (STBL 1910 No. 73) kemudian diubah dengan ditetapkannya Wegverkeers Ordonantie (STBL 1933 No. 86) pada tanggal 1 September 1933.

Dengan terbitnya ketentuan ini dimulailah Era Pembinaan Lalu Lintas Angkutan Jalan dalam suatu Instistusi dibawah Pemerintahan Hindia Belanda yang titik berat pembinaan LLAJ ditujukan untuk kepentingan penjajah baik dari sisi pertahanan maupun perekonomian, yang perwujudannya antara lain:

  • Pembangunan Jalan membujur Pantai Utara Jawa dari Merak ke Banyuwangi;
  • Pembangunan Jalan dari Kota-Kota Pelabuhan ke Kota Netherland dan Pusat- Pusat Perkebunan I persil;
  • Dalam keadaan perang, Kendaraan Bermotor yang ada dikuasai dan digunakan untuk keperluan perang.


2. Periode Penjajahan Jepang (1942 - 1945)

Pada periode ini tidak ada perubahan Perundang-undangan dalam lingkup LLAJ, namun dari sisi pemerintahan telah berganti dari Pemerintah Penjajah Belanda menjadi Pemerintah Penjajah Jepang. Sejak penggantian kekuasaan tersebut maka pola pembinaan LLAJ masih sama yaitu untuk kepentingan penjajah, dengan membentuk sebuah Jawatan Mobil (Zidosha Sotyho) dan Jawatan Pengangkutan (Kuanso) yang dikoordinasikan oleh Gunsai Kanbu.


3. Periode Kemerdekaan (1945 - 1949)

Setelah diproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, maka terjadi peralihan kekuasaan pemerintah dari Pemerintah Penjajah Jepang kepada Pemerintah Republik Indonesia, sehingga konsep pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Perhubungan), sudah beralih dari kepentingan penjajah menjadi kepentingan bangsa dan negara, meskipun perundang- undangan yang berlaku masih perundang- undangan pada jaman pemerintahan Belanda. Mengingat pada masa itu masih dalam perang maka konsep pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Perhubungan) masih diutamakan untuk memobilisasi Kendaran Bermotor untuk kepentingan perang mempertahankan kemerdekaan.

Untuk keperluan tersebut dibentuk suatu Institusi yaitu Djawatan Angkutan Darat Bermotor (DADB) dibawah lingkup Kementrian Pekerjaan Umum dan Tenaga.


4. Periode Republik Indonesia Serikat (1949 – 1950)

Sejak pengakuan kedaulatan Republik Indonesia oleh Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, maka bentuk Negara Republik Indonesia yang semula menjadi Negara Kesatuan berubah menjadi Negara Serikat (RIS).

Pada masa itu meskipun tidak terjadi perubahan Perundang-undangan dalam bidang LLAJ / Perhubungan, namun terjadi perubahan Sistem Pemerintahan dalam pembinaan Transportasi/Perhubungan dengan dibentuknya Kementerian Perhubungan, sehingga DADB juga ternaung dalam Kementrian Perhubungan.

Pada masa itu terdapat penambahan tugas DADB untuk membina Lalu Lintas dan Angkutan Sungai, sehingga namanya menjadi Djawatan Angkutan Darat Bermotor dan Sungai.


5. Periode Berlakunya Undang – undang No. 7 Tahun 1951 (1951 – 1965)

Pada tanggal 1 Juni 1951, telah dilakukan perubahan – perubahan beberapa Materi Muatan atau Wegver Keersordonantie (STBL 1933 No. 86) dengan ditetapkannya undang – undang Nomor 7 Tahun 1951 (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 42).

Dengan berubahnya ketentuan Undang- undang, Instistusi Kementrian Perhubungan dilakukan perubahan momenklatur dan DADBS menjadi Bagian Lalu Lintas Angkutan Darat dan Sungai (LLADS). Selanjutnya pada tahun 1953 dari Bagian LLADS menjadi Jawatan Lalu Lintas Jalan. Sedangkan didaerah dibentuk Instansi Vertikal dinamakan Inspeksi LLAJR.

Pada tahun 1958, telah dilakukan penyerahan sebagian urusan pemerintah dalam bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kepada Daerah Tingkat I, berdasarkan PP No. 6 Tahun 1958, maka pada 10 Daerah Insfeksi LLAJR diubah menjadi Dinas LLAJR, yaitu meliputi :

  1. Sumatera Barat
  2. Sumatera Utara
  3. Sumatera Selatan
  4. Bengkulu
  5. Lampung
  6. DKI Jakarta
  7. Jawa Barat
  8. Jawa Tengah
  9. DI. Yogyakarta
  10. Jawa Timur


Pada tahun 1964 telah terjadi perkembangan Institusi Pusat yaitu diubahnya momenklatur Jawatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diubah menjadi Direktorat LLAJ.


6. Periode Berlakunya PP 22 Tahun 1990 Tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah Dalam Bidang LLAJ Kepada Daerah Tingkat I dan Tingkat II

Sejak Tahun 1980 telah diupayakan untuk menyempurnakan PP NO. 16 Tahun 1958 karena sudah tidak sesuai dengan prinsip – prinsip otonomi yaitu :

  1. Prinsip Otonomi yang dianut oleh PP 16 Tahun 1958 adalah Otonomi yang riil dan seluas-luasnya berdasarkan UU No. 7 Tahun 1951 Tentang Peranan Pemerintah di Daerah sudah tidak sesuai lagi dengan prinsip otonomi nyata dan bertanggung jawab berdasarkan UU No. 5 Tahun 1974 Tentang Pemerintah Daerah.
  2. Penyerahan urusan dalam Bidang LLAJ sesuai dengan PP NO. 16 Tahun 1958 hanya untuk Daerah Tingkat I sudah tidak sesuai dengan titik berat otonomi yang dianut dalam UU. NO. 5 Tahun 1974 yaitu Daerah Tingkat II.

Berdasarkan prinsip – prinsip otonomi tersebut diatas, maka Daerah Tingkat II diberikan sebagian kewenangan LLAJ dari Tingkat Pusat maupun dari Tingkat I. Untuk itu Daerah Tingkat II diberikan kewenangan untuk mengelola Kewenangan Pemerintah dalam Bidang LLAJ dengan membentuk Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan atau dengan momenklatur Dinas Perhubungan.


7. Periode Pasca berlakunya UU Tentang Pemerintahan Daerah

Sejak digulirkannya Undang–undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah beberapa kali dirubah, Daerah diberikan kewenangan yang luas untuk mengelola rumah tangganya sendiri. Seiring dengan hal tersebut, daerah membentuk Dinas, Badan, Lembaga dan Kantor (Dibaleka) sesuai dengan potensi Daerah masing-masing. Pembentukan Dinas Perhubungan Kabupaten Garut saat ini didasarkan pada Peraturan Daerah Nomor Kabupaten Garut Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kabupaten Garut.